Monday, September 22, 2014

Aksiologi dan Manfaatnya dalam Ilmu Pengetahuan

Pertemuan 2 B

Selamat datang kembali para Tim Dosen Filsafat blok 2 ke blog saya yang sederhana ini. Pada post-an kali  ini, saya akan menceritakan kembali materi yang saya dapat pada hari/tanggal, Selasa 17 September 2014, tentang Aksiologi dan Manfaatnya dalam Ilmu Pengetahuan. Maka dengan ini, saya akan mulai menceritakannya.

Aksiologi dan Manfaatnya dalam Ilmu Pengetahuan

            ©       Hakekat Aksiologi
             Aksiologi yaitu cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai se­cara umum. Aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai, layak, pantas, patut dan Logos yang berarti teori, pemikiran. Jadi Aksiologi adalah "teori tentang nilai". Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsiaten untuk perilaku etis. Dewasa ini perkembangan ilmu sudah melenceng jauh dari hakikatnya, dimana ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, melainkan bahkan kemungkinan menciptitakan tujuan hidup itu sendiri.

             ©       Kategori Dasar Aksiologi
              Menurut Susanto (2011) mengatakan, ada dua kategori dasar aksiolo­gi: Objectivism & Subjectiviam. Dari sini muncul empat pendekatan etika, yaitu:
a.    Teori Nilai Intuitif (The Intuitive Theory of Value)
Menurut teori ini, sangat sukar jika tidak bisa dikatakan mustahil untuk mendefimisikan suatu perangkat nilai yang absolut.
b.    Teori Nilai Rasional (The Rational Theory of Value)
Menurut teori ini, janganlah percaya pada nilai yang bersifat obiektif dan murni independen dari manusia.
c.    Teori Nilai Alamiah (The Naturaliatic Theory of Value)
Menurut teori ini nilai, diciptakan manusia bersama dengan kebutuh­an dan hasrat yang dislaminya.
d.    Teori Nilai Emotif (The Emotive Theory of Value)
Jika tiga aliran sebelumnya menentukan konsep nilai dengan status kognitifnya, maka teori ini memandang bahwa konsep moral dan etika bukanlah keputusan 43 faktual melainkan hanya merupakan ekspresi emosi dan tingkah laku.
             ©       Nilai dan Manfaat Aksiologi
              Terdapat empat pengelompokan nilai, yaitu: (1) kenikmatan, (2) ke­hidupan, (3) kejiwaan, dan (4) kerohanian. Dalam Encliclopedya of Philosophy dijelaskan, aksiologi value and val­uation ada tiga bentuk:
1.    Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak.
2.    Nilai sebagai kata benda konkret.
3.    Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai, dan dinilai.

  Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal sebagaimana dikemukakan Idzan Fau­tanu (2012), yaitu:
1.    Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
2.    Filsafat sebagai pandangan hidup.
3.    Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.

 Adapun dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan aksiologi dina­makan dengan value and valuation:
1.    Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak.
2.    Nilai sebagai kata benda konkret.
3.    Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, mem­beri nilai, atau dinilai.
 Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika di mana makna etika memiliki dua arti, yaitu suatu kumpul­an pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan perbuatan, tingkah laku, atau yang lainnya.
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesa­daran yang menilai. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif apabila subjek berperan dalam memberi penilaian, kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian, nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.

 Selanjutnya dikatakan berkenaan dengan nilai guna ilmu, tak dapat dibantah lagi bahwa ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat ma­nusia, dengan ilmu seseorang dapat mengubah wajah dunia. Makna etika dipakai dalam dua bentuk arti: Pertama, etika merupakan suatu kumpul­an pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia. Kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan, atau ma­nusia yang lain. Nilai itu objektif atau subjektifkah sangat tergantung dari hasil pan­dangan yang muncul dari filsafat.

 Gagasan aksiologi dipelopori juga oleh Lotze Brentano, Husserl, Scheller, dan Nocolai Hatmann. Scheller mengontraskan dengan praeksologi, yaitu pengertian umum mengenai hakikat tindakan, secara khusus bersangkutan dengan dientologi, yaitu teori moralitas menge­nai tindakan yang benar. Dengan demikian, kita mengenai aksiologi alam dua jenis, yaitu etika dan estetika. Etika dalam bahasa Yunani ethos, yang artinya kebiasaan atau habit atau custom. Estetika merupakan bagian filsafat yang mempersoalkan penilaian atas sesuatu dari sudut indah dan jelek, secara umum estetika mengkaji mengenai apa yang membuat rasa senang.

 Mengenai hakikat nilai banyak dikemukakan diantaranya teori valuntariame. Menurut kaum hedoniame menyatakan bahwa hakikat nilai yaitu "pleasure" atau kesenangan. Semua manusia mengarah pada kesenangan. Menurut forma-lism nilai yaitu kemauan yang bijaksana yang didasarkan pada akal rasional. Menurut pragmatisme, nilai itu baik apabila memenuhi kebutuhan dan memiliki nilai instrumental, sebagian alat untuk mencapai tujuan.
Adapun tipe nilai dapat dibedakan antara lain intrinsik dan nilai in­strumental. Nilai intrinsik merupakan nilai akhir yang menjadi tujuan, sedangkan nilai instrumental merupakan alat untuk mencapai nilai in­trinsik. Yang dimaksud dengan kriteria nilai yaitu sesuatu yang menjadi ukuran nilai, bagaimana nilai yang baik, dan bagaimana nilai yang tidak baik. Kaum hedoniame menemukan nilai sejumlah "kesenangan" (plea­sure) yang dicapai oleh individu atau masyarakat. Bagi kaum pragmatic, kriteria nilai yaitu "kegunaannya" dalam kehidupan bagi individu atau masyarakat.

 Adapun yang dimaksud metafisik nilai yaitu bagaimana hu­bungan nilai-nilai itu dengan realitas, dan dibagi menjadi tiga bagian: Pertama, subjektivisme: value ia entirely dependent on and relative to hu­man experience of it. Kedua, logikal objektivisme, value are logical essences for subsiatences, independent of their being known, yet not eksistensial status of action in relity. Ketiga, metaphysical objektivisme, values or norm or ide­als are integral objective an active constituents of the Metaphysical real.

             ©       Karakteristik Nilai Aksiologi
              Erliana Hasan (2011) mengatakan ada dua karakteristik yang berkait­an dengan teori nilai, yaitu: nilai Objektif atau Subjektif. Di pihak lain ada yang beranggapan bahwa semua nilai relatif sesuai dengan harapan dan keinginan manusia yang selalu berubah, maka nilai itu pun mengungkapkan perubahan itu.
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika. Etika yaitu cabang filsafat yang membahas secara kritia dan sistematis masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada perilaku, norma, dan adat istiadat manusia. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnin Suseno diartikan sebagai pe­mikiran kritia, sistematis, dan mendasar tentang ajaran dan pandang­an moral.

               Pandangan lain Amsal Bakhtiar (2011) mengatakan, sains meru­pakan kumpulan hasil observasi yang terdiri dari perkembangan dan pengujian hipotesis, teori, dan model yang berfungsi menjelaskan data. Dihadapkan dengan masalah dalam ekses ilmu dan teknologi yang bersi­fat merusak, para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat. Golongan pertama berpendapat bahwa ilmu harus bersifat netral terha­dap nilai-nilai. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada meta­fisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya haruslah berlandaskan nilai-nilai moral.

               ©       Korelasi Filsafat Ilmu dan Aksiologi
Dalam kaitan antara nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun il­mu agama, tak dapat dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat berman­faat bagi seluruh umat manusia, dengan ilmu seseorang dapat mengubah wajah dunia. Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian.
Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika di mana makna etika memiliki dua arti, yaitu merupakan satu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan perbuatan, tingkah laku, atau yang lainnya. Di samping itu ilmu sering dikaitkan dengan faktor kemanusia­an, dimana bukan lagi teknologi yang berkembang seiring dengan perkembangan dan kebutuhan manusia, namun sebaliknya manusialah yang akhirnya yang harus menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang selalu berkembang melampaui perkem­bangan budaya dan peradaban manusia.

               ©       Hirarki dan Aspek Nilai
                Sutardjo Wiramihardja (2007) menguraikan ada tiga pandangan yang berkaitan dengan hierarki nilai: Pertama, kaum idealis berpandangan se­cara pasti terhadap tingkatan nilai. Kedua, kaum realis juga berpandangan bahwa terdapat tingkat­an nilai. Ketiga, kaum pragmatis menolak tingkatan ni­lai secara pasti.

                Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan telah menciptakan berbagai bentuk kemudahan bagi manusia. Bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia. Manusia terbebas dari kutuk yang memba­wa malapetaka dan kesengsaraan. manusia bisa memanfaatkan wujudnya sebagai sumber energi dan keselamatan manusia tetapi di pihak lain hal ini juga bisa berakibat sebaliknya, yakni membawa manusia kepada penciptaan bom atom yang menimbulkan malapetaka. Menghadapi hal yang demikian, ilmu pengetahuan yang pada esensi­nya sebagaimana adanya.
                 Dihadapkan dalam masalah moral dalam ekses ilmu dan teknologi ­yang bersifat merusak, para ilmuwan terbagi dalam dua golongan pendapat. Golongan pertama berpendapat bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai. Golongan yang kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanya terbatas pada metafisik keilmuwan.
                  Berdasarkan hal di atas, maka golongan kedua berpendapat bahwa ilmu secara moral harus ditunjukkan untuk kebaikan manusia tanpa me­rendahkan hakikat dan mengubah kemanusiaan.
      Etika keilmuwan merupakan etika yang normatif yang merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan. Tujuan etika keilmuwan yaitu agar seorang ilmuwan dapat menerapkan prinsip-prinsip moral, yaitu yang baik dan yang menghindarkan dari yang buruk ke dalam peri­laku keilmuannya.
Pokok persoalan dalam etika keilmuan selalu mengacu kepada "elemen-elemen" kaidah moral, yaitu hati nurani kebebasan dan serta tanggung jawab nilai dan norma yang bersifat utilitaristik (kegunaan). Hati nurani di sini yaitu penghayatan tentang yang baik dan yang buruk yang dihubungkan dengan perilaku manusia.
Nilai dan norma yang harus berada pada etika keilmuan yaitu nilai dan norma nilai. Nilai moral tidak berdiri sendiri, tetapi ketika ia berada pada atau menjadi seseorang, ia akan bergabung dengan nilai yang ada seperti nilai agama, hukum, dan budaya.
Penerapan ilmu pengetahuan yang telah dihasilkan oleh para ilmu­wan, apakah itu berupa teknologi ataupun teori emansipasi masyarakat dan sebagainya itu, mestilah memerhatikan nilai-nilai kemanusiaan, nilai agama, nilai adat, dan sebagainya. Oleh karena itu, tanggung jawab lain yang berkaitan dengan pene­rapan teknologi di masyarakat, yaitu menciptakan hal positif.
      Di bidang etika, tanggung jawab seorang ilmuwan bukan lagi memberi informasi melainkan harus memberi contoh. Dia harus bersifat objektif, terbuka, menerima kritik dan menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggap benar, dan kalau berani mengakui kesalahan.
      Tentang tujuan ilmu pengetahuan, ada beberapa perbedaan penda­pat antara filsuf dan para ulama. Sebagian berpendapat bahwa penge­tahuan sendiri merupakan tujuan pokok bagi orang yang menekuninya, dan mereka ungkapkan hal ini dengan ungkapan ilmu pengetahuan un­tuk ilmu pengetahuan, seni untuk seni, sastra untuk sastra, dan lain se­bagainya. Sebagian yang lain cenderung berpendapat bahwa tujuan ilmu pengetahuan merupakan upaya para peneliti atau ilmuwan menjadikan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk menambah kesenangan manusia dalam kehidupan yang ter­batas di muka Bumi ini. Adapun pendapat yang lainnya cende­rung menjadikan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk meningkatkan kebudayaan dan kemajuan umat manusia secara keseluruhan.


     Keingintahuan seseorang dalam bidang ilmu, jika tanpa nilai, akan berjalan tidak wajar. Berkenaan dengan nilai guna ilmu, tak dapat dibantah lagi bahwa ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan ilmu se­seorang dapat mengubah wajah dunia. Memang kalaupun ter­jadi malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, kita tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya. Lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk tetapi ter­gantung pada pemilik atau manusia dalam menggunakannya.

References:
a. Buku Pembelajaran KBK Filsafat

Demikian materi yang dapat saya ceritakan kembali tentang Aksiologi dan Manfaatnya dalam Ilmu Pengetahuan pada blog sederhana saya ini. Maaf sebelumnya bila ada kesalahan kata dan arti dalam rangkuman materi saya. Semoga Tim Dosen Filsafat berkenan untuk kembali mengunjungi blog sederhana saya dan menilai bagaimana isi dan perkembangan blog saya ini.

2 comments:

Unknown said...

blognya udah lumayan, cuma tulisannya terlalu silau, 83 ya untuk kamu.

Unknown said...

Makasih ya dinda^^

Post a Comment